Selasa, 30 Oktober 2012

KORUPSI MENANG, BANGSAKU MALANG

Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.
Berdasarkan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu korupsi merupakan tindakan yang tercela dan bertentangan dengan tata nilai, norma, hukum dan agama. Dari sisi hukum korupsi merupakan suatu tindakan yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang merugikan atau dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, serta merugikan kesejahteraan dan kepentingan rakyat.
Ada beberapa penyebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %). Selain itu penyebab terjadinya korupsi antara lain gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
Menurut Tranparency International Indonesia (TII) pada tahun 2006, IPK Indonesia adalah 2,4. Sedangkan IPK pada 2007 adalah 2,3 nilai IPK ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-38 dari 180 negara. Dari data yang diperoleh TII, negara paling bersih di urutan pertama adalah Denmark, Irlandia dan New Zealand. Ketiganya mempunyai skor IPK 9,4. Urutan selanjutnya adalah Singapura dan Swedia berskor 9,3. Sedangkan negara tetangga Indonesia, Malaysia, memiliki skor yang jauh lebih baik dari Indonesia yakni 5,1. Di tingkat negara yang paling korup adalah Somalia dan Myanmar dengan skor IPK 1,4. Sedangkan Irak memiliki skor IPK 1,5. IPK merupakan Indeks Persepsi Korupsi, nilai IPK ini skalanya dari 0 sampai 10. IPK tersebut adalah indeks persepsi korupsi di sektor publik pada 180 negara. Data ini merupakan hasil gabungan 14 survei pendapat ahli. Skala nol mengindikasikan persepsi terhadap korupsi tinggi. Sedangkan 10 mengindikasikan tingkat korupsi yang rendah.
Rendahnya nilai IPK Indonesia disebabkan pula oleh kasus-kasus korupsi di Indonesia diantaranya kasus dugaan korupsi mantan presiden Soeharto yang di dakwa atas tindak pidana korupsi di tujuh yayasan. Dan juga kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menyeret beberapa pejabat tinggi negara. Serta kasus yang belum lama ini mencuat di media massa tentang kasus Bank Century yang menyebabkan wakil presiden Boediono disebut-sebut sebagai salah satu tersangkanya. Sebenarnya masih banyak kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia tidak hanya kasus-kasus itu saja.
Dari beberapa contoh kasus diatas dapat dikatakan bahwa kasus korupsi di Indonesia sangat banyak dan sudah menjadi suatu “kebiasaan” pejabat-pejabat tinggi negara. Tapi ternyata korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat-pejabat tinggi, tetapi juga dilakukan oleh pejabat-pejabat didaerah. Dari 50 kota di Indonesia yang disurvei pada tahun 2008, Yogyakarta mendapatkan skor tertinggi yaitu 6,43. Nilai IPK tersebut dapat dibaca bahwa pelaku bisnis di Yogyakarta menilai pemerintah daerah cukup bersih, dan cukup serius dalam usahanya memberantas korupsi. Interpretasi ini dapat menggambarkan hal yang sama di kota-kota yang berada di urutan teratas dengan skor tertinggi, seperti Palangkaraya (6,1), Banda Aceh (5,87), Jambi (5,57), dan Mataram (5,41).
Korupsi yang telah merajalela sangatlah berdampak terhadap rusaknya tatanan hidup masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Dampak langsung yang paling terasa adalah kerugian terhadap keuangan negara yang sangat besar. Di samping kerugian yang dialami pada sektor keuangan (material), pemerintah juga mengalami kerugian yang bersifat immaterial, yaitu citra dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia Internasional. Predikat sebagai negara terkorup di kawasan Asia Tenggara merupakan citra yang sangat memalukan. Selain itu korupsi juga membawa dampak pada penciptaan ekonomi biaya tinggi. Karena korupsi menyebabkan tidak efisiensinya (inefiesiensi) serta pemborosan dalam ekonomi. Pemerintah yang korup juga akan membebani sektor swasta dengan urusan-urusan yang luar biasa berat.
Korupsi juga berdampak pada turunnya total investasi asing kedalam negeri, karena memburuknya korupsi di suatu negara penerima investasi akan menyebabkan kenaikan tingkat pajak marginal perusahaan asing. Di samping dampak tersebut, adapula dampak lain yang timbul akibat korupsi diantaranya timbul berbagai bentuk ketidakadilan, melemahkan semangat birokrasi dan mereka yang menjadi korban, mengurangi kemampuan negara dalam memberikan pelayanan publik, serta menaikkan biaya pelayanan. Maka secara langsung atau tidak langsung korupsi menghambat kemajuan bangsa dan negara serta semakin memperparah kemiskinan.
Korupsi merupakan masalah yang tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena jika dibiarkan begitu saja maka suatu negara tidak akan mungkin dapat mencapai tujuannya, sebab pihak-pihak yang melakukan korupsi akan menjadi terbiasa dan menghalalkan segala cara. Maka diperlukan upaya penanggulangan terhadap korupsi. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu preventif (pencegahan) dan represif (penindakan). Dalam upaya pencegahan kita harus dapat melakukan segala usaha agar mencegah terjadinya tindak korupsi pada semua aspek kehidupan masyarakat, misalnya membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) pejabat atau pegawai negeri, menumbuhkan kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. Selanjutnya upaya penindakan terhadap pihak-pihak yang melakukan korupsi untuk menyelamatkan uang negara akibat korupsi dan mengadili pelaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Di samping dua upaya diatas dapat pula kita memberantas korupsi dengan mengambil peran mahasiswa sebagai pelaku kontrol sosial terhadap penyimpangan yang terjadi terhadap sistem, norma, dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Selain itu, mahasiswa juga berperan dalam mempengaruhi kebijakan publik dari pemerintah. Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat melakukan peran preventif terhadap korupsi dengan membantu masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan peraturan yang adil dan berpihak pada rakyat banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat. Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat baik pada saat melakukan kuliah kerja lapangan atau kesempatan yang lain mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang. Selain itu, mahasiswa juga dapat melakukan strategi investigatif dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi serta melakukan tekanan kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Tekanan tersebut dapat berupa demonstrasi ataupun pembentukan opini publik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa korupsi sangatlah berdampak negatif terhadap kemajuan bangsa dan keuangan negara. Maka jika kita membiarkan korupsi merajalela berarti kita membiarkan kejahatan menggerogoti dan menguras kekayaan negara untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan mengabaikan kepentingan umum atau kepentingan rakyat banyak dan hal ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dengan membiarkan korupsi berarti kita membiarkan negara ini menuju kehancuran, keterbelakangan dan pemeliharaan kemiskinan. Untuk itu mari kita cegah perilaku korupsi mulai dari diri kita sendiri. Pencegahan dari diri sendiri ini dapat dilakukan dalam berbagai cara, misalnya dengan tidak melakukan korupsi waktu, bisa juga dengan melaporkan segala tindakan penyuapan yang dilakukan pihak-pihak lain kepada pihak berwenang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar