Berbicara mengenai sistem politik tentu tidak
lepas dari berberapa hal seperti idiologi, struktur sosial, maupun visi sebuah
negara. Sistem politik biasanya ditunjukkan secara lebih jelas dalam bentuk
sistem pemerintahan. Hampir sebagian besar negara dengan sistem ekonomi bebas
menjalankan sistem pemerintahan dan politiknya secara demokratis.
Sistem politik juga berbicara mengenai sistem
kepartaian yang dianut sebuah negara. Di Indonesia, partai tumbuh berkembang
karena manganut sistem multipartai. Berbeda dengan Amerika maupun Inggris yang
menerapkan sistem dua partai. Berikut ini beberapa perbedaan sistem politik di berbagai negara di dunia
yang tampil dalam bentuk sistem pemerintahan.
Monarki-Konstitusional
Nagara yang menganut sistem pemerintahan
monarki-konstitusional biasanya memiliki sejarah panjang
dengan kekuasaan feodal di masa lalu. Simbol negara atau kepala negara biasanya
dipegang oleh raja atau ratu yang didaulat atau secara alamiah telah dianggap
sebagai pemimpin rakyatnya. Sebut saja di Inggris, Skotlandia, maupun di Thailand.
Kekuatan kerajaan pada
zaman dahulu tidak dihapuskan begitu saja. Karena pengaruhnya yang sangat besar
dalam kehidupan masyarakat, keberadaan kalangan bangsawan dianggap sebagai
simbol kehormatan suatu bangsa.
Sistem pemerintahan monarki-konstitusional
dijalankan oleh seorang perdana
menteri yang dipilih melalui sistem kepartaian. Di sana setiap
warga negara berhak memilih maupun dipilih sebagai bagian dari anggota
legislatif maupun eksekutif.
Sistem pemerintahan yang dipimpin oleh
perdana menteri pun pernah dilakukan di Indonesia. Sebut saja nama-nama seperti
Sutan Sjahrir, Adam Malik, atau Burhanuddin Harahap yang pernah menduduki
jabatan perdana menteri. Namun, pada saat itu bukan berarti Indonesia menganut monarki,
sebab tidak ada sangkut paut dengan sisa kejayaan sebuah kerajaan.
Negara-negara yang menganut sistem monarki
murni bisa kita temukan seperti Arab Saudi, Yordania, atau Oman. Pada zaman
dahulu Turki pun pernah menjalankan sistem monarki di bawah dinasti Utsmani.
Perubahan terjadi ketika Mustafa Kemal Attaturk muncul dan mengubah sistem
politik di Turki.
Federal-Demokrasi
Sistem politik dan pemerintahan federal
bisanya menganut faham demokrasi. Mereka
menjalankan pemerintahan dengan pembagian negara-negara bagian. Contoh negara
federal adalah Amerika dan Australia. Masing-masing negara bagian dipimpin oleh
seorang gubernur. Dan untuk menjamin lancarnya kehidupan dan hukum, mereka
memiliki satuan kepolisian masing-masing.
Tidak seperti di Indonesia yang memiliki polisi dalam
tingkat nasional. Polisi-polisi di negara federal seperti di Amerika
bertanggung jawab kepada gubernur. Artinya, kasus menyangkut keamanan wilayah
adalah tanggung jawab masing-masing kepolisian. Polisi California berbeda dan
tidak memiliki hubungan apa pun dengan polisi Los Angeles. Mereka berjalan
dalam negara bagiannya masing-masing.
Di Amerika yang menjalankan
sistem federal, pemilihan dan pertarungan politik tidak dihitung berdasarkan
perolehan suara pemilih, namun lebih dihitung berdasarkan perolehan suara
keseluruhan dari negara bagian. Artinya, kemenangan di satu negara bagian
dihitung satu poin saja, tidak peduli berapa selisih yang terjadi saat
pemilihan berlangsung di negara bagian itu.
Indonesia pun pernah menjalankan sistem
politik semacam federal. Saat itu
dengan Republik Indonesia Serikat (RIS), pemerintah Indonesia melakukan hal
yang sama. Negara dibagi berdasarkan beberapa wilayah. Namun, sistem ini tidak
berlangsung lama karena dianggap dapat memecah belah persatuan bangsa.
Teokrasi
Teokrasi adalah gabungan dari teologi dan
demokrasi. Ia adalah sistem politik yang berpegang pada dua sumber
kepemimpinan. Satu sisi demokrasi dijalankan, namun di sisi lain kepemimpinan
mutlak oleh sebagian kekuatan pun dijalankan.
Negara yang menganut sistem ini misalnya Iran. Dalam
sistem politiknya, Iran melakukan pemilihan umum dari mulai tingkat terendah
seperti kampung atau kelurahan. Presiden pun biasanya dipilih berdasarkan karir
politik dari tingkat yang paling bawah. Presiden adalah kepala negara dan
pemerintahan.
Namun, ada yang unik di Iran. Hak untuk
menyatakan perang dan panglima
bersenjata tidak berada di bawah presiden, namun berada di bawah majelis yang
mereka sebut Wilayatul Faqih.
Kumpulan atau dewan ulama-ulama besar yang
dipercayai kemampuan kepemimpinan serta keilmuannya. Mereka memiliki posisi
tertinggi dalam sistem politik di Iran. Ali Khomenei adalah pemimpin tertinggi
Wilayatul Faqih sekarang, yang tidak lain anak kandung Imam Khomenei, pemimpin
besar revolusi Islam di
Iran.